Tak Ada Meja Makan, Rumah Cahaya Kudu Ajari-Bangun Karakter

 


Ada rumah-rumah yang melahirkan anak berambisi, dan ada rumah yang melahirkan anak berprinsip. Keduanya tampak sama di luar—tapi berbeda di dalam. Satu digerakkan oleh dorongan menjulang ke langit, satunya lagi oleh dorongan memberi makna.

Keluarga berilmu, selalu memulai dari kesadaran sederhana. Bahwa anak bukan proyek gengsi. Melainkan amanah, untuk menyalakan cahaya di tengah gelapnya zaman. Mereka membiasakan anak mendengar sebelum bicara, berpikir sebelum menilai, membaca sebelum menuntut. Di rumah seperti itu, meja makan sering menjadi ruang dialog, pun juga debat. Dari sanalah lahir kebiasaan merumuskan argumen, menimbang keadilan, dan menghargai logika.

Bandingkan dengan rumah Adi (kuasa). Di sana, kursi makan ‘jumawa’ memrodusir perintah. Anak belajar lebih dulu tentang hierarki ketimbang empati. Ia tahu cara mengatur, namun tak belajar cara mendengar. Maka, ketika ia dewasa dan tiba di panggung publik, yang lahir bukan pemimpin, melainkan penguasa kecil jumawa, yang haus pengakuan.

Pemimpin sejati lahir dari keluarga yang memberi ruang untuk keliru dan memperbaikinya. Di rumah semacam itu, kritik bukan ancaman, tapi hadiah. Orangtua tak merasa terancam oleh ‘’kepintaran’’ anaknya. Justru mereka bangga ketika anak bisa mematahkan argumen dengan data dan jernihnya logika. Dari sinilah lahir generasi yang tak mudah disesatkan propaganda, tak silau jabatan, dan tak takut berdiri sendiri demi kebenaran.

Kita sering mengira bangsa ini kekurangan pemimpin. Padahal yang langka bukan pemimpin. Melainkan rumah yang menumbuhkan pemimpin. Rumah yang tak mendidik anak menjadi peniru, thok. Tapi pencipta gagasan. Rumah yang tak sekadar mengejar prestasi di rapor. Namun integritas yang nyaman di hati.

Dalam dunia yang kini lebih ramai oleh slogan ketimbang pemikiran, keluarga berilmu menjadi benteng terakhir peradaban. Di sanalah nilai rasional, empati, dan etika terus disemai. Dari rumah-rumah semacam itu, kita masih bisa berharap lahir generasi baru: mereka yang berani berpikir, berani benar, dan berani jujur!

Dan ketika suatu hari seorang anak dari rumah semacam itu berdiri di podium, berbicara dengan tenang tentang kebenaran dan keadilan, kita tahu—itu bukan hasil kampanye. Itu hasil pendidikan sunyi di ruang tamu kecil, di antara buku-buku dan teladan orangtua yang tak pernah lelah menyalakan cahaya.

***

Ok, dan itu telunjuk di baris belakang kelas .. Kalau rumah tak punya meja makan, apalagi perpustakaan, gimana Bro? Tetap saja, karakter superpenting. In anyway barang itu kudu diperjuangkan di rumah. Dia, kudu tetap diajarkan, dan dibangun secara sadar. Mulai dari rumah elo! Sederhananya, gitu.. (kali ya!)💗


DS

K071125 411 1

Baca Juga
Berbagi
Suka dengan artikel ini? Ajak temanmu membaca :D
Posting Komentar