Gelombang Baru Muslim Amerika — Dari Parlemen ke Panggung Intelektual
Gelombang baru sedang mengalir pelan namun pasti di lanskap publik Amerika Serikat. Ia tidak lahir dari dinasti bisnis. Bukan pula dari elite politik mapan. Tapi dari generasi muda Muslim yang tumbuh di tengah silang budaya dan keyakinan.
Mereka datang dengan semangat baru: memulihkan makna moral dalam demokrasi modern. Mengembalikan politik kepada nurani, dan menegakkan identitas tanpa — meminjam istilah Mamdani, merasa harus 'meminta maaf atasnya'!’’
Nah. Kita sudah menyaksikan. Salah satu simbol terkuat dari generasi ini tentu Zohran Mamdani. Anggota legislatif muda, terpilih jadi Walikota New York yang menggetarkan panggung politik dengan orasi dan gagasan cemerlang. Tapi Mamdani hanyalah ujung gelombang!
Di balik itu perlahan muncul banyak wajah baru yang mulai mengambil tempat di berbagai ruang. Muslim muda Amerika menyeruak dari perhelatan parlemen negara bagian hingga laboratorium pemikiran. Dari podium aktivisme hingga dunia akademik.
Di Virginia, ada Ghazala Hashmi. Perempuan Muslim pertama yang terpilih di Senat negara bagian Virgina, lahir di India dan tumbuh di Amerika Selatan. Hashmi membawa pengalaman imigran yang mendalam tentang ketahanan, pendidikan, dan juga inklusi.
Anak akademisi yang luar biasa tangguh memperjuangkan pendidikan publik yang adil dan kesetaraan rasial. Wakil Gubernur Virginia itu berjuang tegak lurus tanpa harus meninggalkan jati diri keislamannya.
Dari Minnesota, muncul Zaynab Mohamed, perempuan muda keturunan Somalia yang kini duduk di Senat negara bagian — salah satu yang termuda di seluruh Amerika. Bersama Ilhan Omar dan Rashida Tlaib, dua anggota Kongres yang suaranya menggema jauh di atas partai.
Mereka membentuk poros politik progresif yang tak gentar menyebut kata “keadilan” dengan aksen superyakin! Amerika mencatat, mereka bukan sekadar aktivis yang berhasil masuk ke sistem. Melainkan arsitek masa depan politik Amerika yang lebih plural dan egaliter.
Dari Politik ke Panggung Pengetahuan
Gelombang ini tak berhenti di politik elektoral. Di balik layar parlemen, ada Abdul El-Sayed, dokter lulusan Oxford dan aktivis kesehatan publik yang menantang sistem medis Amerika yang mahal dan eksklusif. Ia berbicara dengan logika akademik, tapi hatinya tetap berpihak pada rakyat miskin.
Ada pula Asif Khan, teknokrat muda di Minnesota yang diam-diam menata ulang tata kelola keuangan daerah dengan pendekatan transparansi dan akuntabilitas digital — sebuah revolusi kecil dalam birokrasi Amerika.
Di ranah intelektual dan sosial, muncul wajah-wajah yang sama kuatnya. Dalia Mogahed, peneliti utama Institute for Social Policy and Understanding (ISPU). Menjadi salah satu corong paling kredibel dalam merespon sikap publik terhadap Islam. Analisisnya lembut tapi tajam. Memperlihatkan bahwa menjadi Muslim di Amerika bukanlah beban. Tapi peluang, iniatif untuk menunjukkan kedalaman etika di ranah publik.
Sementara itu ada Linda Sarsour, dengan gaya lantang dan keberanian tanpa kompromi, menjadikan dirinya ikon aktivisme perempuan Muslim masa kini. Ia tak gentar melawan Islamofobia maupun feminisme arus utama yang menolak keberagaman.
Di seberang jalur yang lebih spiritual, idola baru anak muda 'Syech' Omar Suleiman mendirikan Yaqeen Institute for Islamic Research, lembaga riset yang menjembatani iman dengan keadilan sosial. Secara konseptual Omar menghidupkan kembali gagasan keberagamaan yang berpihak pada ‘’kaum tertindas’’. Namun semua tahu, Omar masa kini adalah ‘’imam visioner’’ bagi jutaan pengikut di seluruh dunia.
Ada pula Hoda Katebi, aktivis muda yang menjadikan mode sebagai perlawanan. Lewat Blue Tin Production, ia membangun rumah produksi busana yang dijalankan perempuan imigran. Tema pokok kampanye produknya keren mengeksplorasi ‘’keadilan dan ekologi / lingkungan’’.
Di dunia digital, Amani Al-Khatahtbeh menciptakan MuslimGirl.com, ruang media yang menumbuhkan keberanian baru di antara perempuan Muslim muda. Menyuarakan identitas mereka tanpa takut pada stereotip di mesin pertumbuhan penyimak revolusi digital Amerika.
Bersama-sama meluncur ke depan. Mereka semua seperti membentuk ekosistem moral baru di Amerika. Sadar mereka menggagas politik yang jujur, pengetahuan yang membebaskan, dan aktivisme yang berpihak! Mereka kini menjadi bukti nyata, bahwa menjadi Muslim di negeri mayoritas non-Muslim bukan lagi persoalan asimilasi atau yang lain. Mereka hadir untuk berbicara tentang kontribusi dan manfaat muslim di jagad maju itu.
Lentera Moral di Jantung Peradaban
Gelombang ini terlihat masih muda. Tapi denyutnya teasa, dan arahnya jelas. Mereka tidak sedang membangun partai Islam, tentu saja. Mereka muncul di antara pergulatan batin Amerika masa kini. Mereka lahir dengan kesadaran baru membangun moral constituency. Membangun komunitas warga yang percaya bahwa iman/kepercayaan, bukan hambatan bagi demokrasi. Sebaliknya kepercayaan adalah sumber tenaga moral untuk memperbaikinya.
Dari ruang kuliah, masjid kampus, ruang dengar podcast, hingga mimbar politik negara bagian, mereka menanam nilai yang seolah baru, namun meyakinkan. Bahwa iman, kepercayaan, bisa menjadi ‘’bahasa peradaban’’. Menolak tegas bahwa iman dituduh jadi tembok identitas.
Mereka lahir dari diaspora yang dulu dianggap pinggiran. Kini mereka kuat dan jadi nurani yang menegur jantung kekuasaan. Mereka berani berkata “tidak” pada ketakadilan. Bahkan ketika dunia memaksa mereka untuk diam. Dalam setiap suara Mamdani di parlemen, dalam setiap riset Mogahed tentang opini publik, dalam setiap langkah kecil Hashmi dan Zaynab di Senat negara bagian, kita melihat wajah baru Islam yang tak defensif. Sebaliknya, Islam merepresentasikan kekuatan: percaya diri, berpikir, dan bekerja!
Ok jelaslah, mereka mungkin tak akan mengubah Amerika dalam semalam. Tapi di tangan mereka, kita menyaksikan sesuatu yang lebih besar dari sekadar ‘’kemenangan politik’’ di ruang publik. Lebih dari itu mereka sadar membangun kebangkitan nurani di tengah dunia yang hampir-hampir kehilangan makna.
Di antara retorika kekuasaan dan kebisingan media, suara mereka terdengar seperti doa — pelan tapi jernih.,
Dan mungkin kelak, ketika sejarah menulis bab tentang abad ke-21 di Amerika..Nama-nama seperti Zohran Mamdani, Ghazala Hashmi, Dalia Mogahed, atau Linda Sarsour – dan deretan baru tokoh muda muslim Amerika, akan dikenang bukan sekadar sebagai politisi atau aktivis.
Tetapi dunia mencatat. Mereka hidup dan hadir sebagai generasi pilihan baru yang merawat zaman. Mereka, menyalakan kembali lentera moral, di jantung peradaban yang mulai gelap!
DS
PA 081125 411 1
