Gairah New York Memilih Pemimpin Bervisi
New York! Kota yang tak pernah tidur itu hari ini berdenyut lebih kencang. Di setiap sudut Manhattan, Queens, Bronx, dan Brooklyn, antrean panjang mengular di depan tempat pemungutan suara. Udara dingin November tidak menghalangi jutaan warga New York untuk menggunakan hak pilih mereka. Mereka tahu, yang dipilih saat ini bukan sekadar wali kota. Tetapi arah baru bagi kota paling dinamis di Amerika Serikat.
Visi Kota Raksasa
Pemilihan wali kota New York 2025 menjadi salah satu kontestasi paling disorot di Amerika. Dengan sistem ranked-choice voting (RCV)— yang digunakan dalam pemilihan pendahuluan Demokrat dan sistem “first-past-the-post” dalam pemilihan umum, warga New York menilai kandidat tak hanya dari sisi popularitas. Mereka kini memilih visi: kemampuan membangun konsensus lintas kelompok.
Dalam pemilihan pendahuluan Demokrat (24/6), Zohran Mamdani tampil menonjol. Anggota dewan progresif asal Queens ini meraih 469.642 suara (43,82%) di putaran pertama, dan menang telak pada putaran ketiga dengan 573.169 (56,39%). Unggul atas mantan gubernur Andrew Cuomo yang memperoleh 443.229 suara (43,61%). Sistem RCV membuat suara dari kandidat yang dieliminasi— Jessica Ramos dan Yuh-Line Niou—mengalir ke Mamdani.
Partisipasi mencapai lebih dari 1,1 juta pemilih Demokrat. Angka yang jarang terjadi dalam sejarah politik kota New York. Antusiasme itu berlanjut menuju pemilihan umum yang digelar mulai kemaren (4/11). Kini ada 3 kandidat bertarung merebut hati warga New York yakni Mamdani (Demokrat), Cuomo (Independen), dan Curtis Sliwa (Republik).
Aroma Perubahan Peta
Di awal musim kampanye, berbagai survei menempatkan Mamdani sebagai unggulan. Slingshot Strategies (7/25) mencatat dukungan 35% untuk Mamdani, 25% untuk Cuomo, dan 14% untuk Sliwa, dengan margin error ±4%. Namun, seiring berjalannya waktu, jarak itu menyempit.
Hasil survei Suffolk University (9/25) menunjukkan Mamdani melesat dengan 45% dukungan, sementara Cuomo tertinggal di 25% dan Sliwa 9%. Tapi menjelang hari pemilihan, udara politik menegang—polling terakhir (November) menunjukkan jarak hanya 5 poin: Mamdani 43,9%, Cuomo 39,4%, dan Sliwa 15,5%.
Pasar ''taruhan politik'' juga merekam ketegangan ini. Masih merekam kemungkinan unggul Mamdani, namun hasil di harf H tidak pernah ada yang berani memastikan.
Ada aroma perubahan kuat dalam kontestasi ini. Mamdani membawa energi baru dengan program “New Deal for New York”. Janjinya menggelora; bekukan kenaikan sewa, memperluas layanan publik gratis, dan menaikkan upah minimum. Kontan ia jadi magnet bagi pemilih muda dan kelompok progresif yang menganggap kota ini telah terlalu lama berpihak pada pemodal besar.
Sebaliknya, Cuomo—mantan Gubernur New York yang mencoba bangkit sebagai independen—membawa pesan stabilitas dan pengalaman. “Ini pemilihan terpenting dalam hidup saya,” ujarnya, menegaskan bahwa ia bukan sekadar menantang Mamdani, tapi juga menantang arah baru yang lebih ''kekiri-kirian'' itu.
Curtis Sliwa dari Partai Republik berperan sebagai kandidat pemecah suara. Ia menekankan isu keamanan publik dan kehadiran polisi di jalan-jalan kota. Meskipun dukungannya hanya di bawah 15%, Sliwa tetap menjadi variabel penting dalam pembentukan peta suara anti-Mamdani!
Harapan Baru
Isu utama yang menentukan pilihan warga adalah biaya hidup di New York. Harga sewa apartemen di Manhattan telah naik hampir 40% sejak 2020, sementara biaya transportasi dan listrik melonjak dua digit. “Affordability is on the ballot,” tulis MarketWatch — keterjangkauan hidup menjadi inti perdebatan.
Dalam debat terakhir, Mamdani menegaskan:
“Kota ini tidak boleh hanya menjadi rumah bagi yang kaya. Ia harus hidup untuk semua orang yang bekerja keras di dalamnya.”
Kalimat itu menggema di berbagai forum warga dan media sosial. Menyulut eforia utamanya bagi kalangan muda yang jumud dengan suasana lama.
Rekor Tertinggi
Hingga siang hari pemungutan suara, partisipasi early voting mencatat rekor tertinggi, mendekati dua juta suara! Kantor pemilu mencatat antrean panjang di Brooklyn dan Astoria, dua wilayah yang menjadi basis progresif. Kafe-kafe penuh dengan warga yang mengikuti hitung cepat melalui layar televisi.
Bagi banyak orang, ini bukan hanya soal siapa yang menang, melainkan ujian apakah New York siap menyambut visi baru yang lebih berani dan inklusif.
Hari ini, demokrasi benar-benar terasa hidup di jantung kota yang disebut melting pot dunia. Warga berdebat, tertawa, dan berharap. Dari Lower East Side hingga Harlem, satu kalimat bergema:
Hari ini pemilihan. Semoga hasilnya sesuai harapan! Selamat datang pemimpin baru kota ramai. Kita tunggu bersama berita membahagiakan itu..🙌
DS
GV 05 11 25 411 1
