Menteri Tercinta Purbaya dan Mimpi Delapan Persennya

 


Yang lagi membanjiri berita media mainstream di Indonesia dan kehadirannya dinantikan saat ini, siapa lagi kalau bukan Menkeu baru Indonesia, Pak Purbaya!

 

Di saat ekonomi dunia melambat dan sebagian besar negara menurunkan ambisinya, Pak Pur mengajak rakyat Indonesia memilih untuk bermimpi lebih besar. Purbaya Yudhi Sadewa, Menteri Keuangan baru menggantikan Sri Mulyani September 2025 lalu, mencoba menulis sejarah baru: menetapkan target pertumbuhan 8 % ekonomi Indonesia. Sebuah proposal, angka yang kedengarannya seperti sebuah deklarasi keyakinan ketimbang proyeksi realistis.

 

Namun bagi Pak Pur, yang kini dikenal publik karena gerak rigas yang memihak publik dan logika statistik mudah dipahami -- mimpi itu bukan sekadar retorika. Ia menilai ekonomi Indonesia terlalu lama nyaman di kisaran pertumbuhan 5 persen. Terlalu hati-hati untuk menembus kelas menengah dunia. “Selama likuiditas tersedia, dan sektor riil bergerak,” ujarnya, “roda ekonomi akan berputar lebih cepat!”

 

Dari Kampus ke Kabinet


Lulusan Teknik Elektro ITB yang kemudian meraih gelar doktor ekonomi di Purdue University, US ini dikenal sebagai figur rasional di tengah hiruk-pikuk politik fiskal. Saat memimpin Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sejak 2020, ia menavigasi sistem keuangan nasional melewati pandemi cukup tenang, tanpa kepanikan. 

 

Kini, di kursi Menteri Keuangan – yang suka dipamer-pamerkan itu,  ia membawa gaya kepemimpinan yang lebih agresif, khususnya dalam mendongkrak pertumbuhan. Lihat saja, belum sebulan sesudah ia dilantik, ia  memindahkan sekitar Rp. 200 triliun dana pemerintah ke bank-bank BUMN untuk mempercepat kredit produktif—“transfusi darah baru bagi ekonomi domestik,” sebutnya.

Langkah ini menandai pergeseran dari era kehati-hatian fiskal Sri Mulyani menuju paradigma “fiskal ekspansif terkendali” yang lebih pro-pertumbuhan. Pendeknya, lebih berani mengambil risiko.

 

Mimpi Besar di Tengah Awan Gelap

 

Masalahnya, seperti kita tahu, dunia kini sedang tidak ramah terhadap mimpi besar. Lihat saja Amerika Serikat dan Eropa masih menanggung beban suku bunga tinggi. Tiongkok melemah karena krisis properti, dan harga komoditas bergejolak. Banyak negara menurunkan ekspektasi pertumbuhan bahkan di bawah 3 % menghadapi ketidakpastian. Maka ketika Indonesia menargetkan 8 %, sebagian dunia menoleh dengan rasa ingin tahu dan sebagian lainnya lagi menyangsikan, dengan mengangkat alis.

 

Jelas bahwa mencapai target sebesar itu, Indonesia tentu harus taat azas dengan menggandakan produktivitasnya. Investasi harus deras misalnya masuk ke sektor kunci seperti manufaktur, energi baru, dan teknologi. Reformasi perpajakan dan perizinan—yang telah lama dikenal alot berubah, harus dipercepat. Pertumbuhan 8 % itu, singkatnya, hanya bisa dicapai jika reformasi struktural ‘’mendasar’’ bisa diwujudkan, bukan lagi sekadar jargon.

 

Momentum atau Ilusi Sih?

Keyakinan Pur cukup optimistik saat gebyar demografi dan kondisi umum saat ini cukup menawan: populasi muda, pasar domestik besar, dan politik yang relatif stabil. Tapi pertanyaan utamanya tetap saja,  di tengah kondisi riil Indonesia, apakah keberanian fiskal mampu mengungkit kepercayaan pasar, atau justru menyalakan bara inflasi dan defisit baru?

 

Pur, dengan senyum khas ‘’Koboy’’-nya, sejauh ini, tampak tenang. Ia bicara bukan sebagai politisi, melainkan teknokrat yang percaya bahwa ekspektasi bisa menjadi alat kebijakan. “Pertumbuhan,” katanya, “adalah pilihan politik sekaligus keputusan ekonomi.”

 

Arah baru 


Memang seperti membaca paradoks. Dalam lanskap global yang kini tampak suram, Indonesia menolak menyerah pesimis. Pur mengajak publik Indonesia memilih bermimpi. Dan di tengah dunia yang kian skeptis terhadap pertumbuhan, mimpi itu sendiri bisa dipilih, karena bagi Indonesia saat ini nampaknya, mimpi adalah salah satu bentuk kebijakan.

 

Purbaya Yudhi Sadewa, media darling kita, mungkin belum tentu berhasil membawa pertumbuhan ekonomi ke angka 8 %. Tetapi memang perlu diingatkan bagi semua.  Upaya Pur menggeser asa dari gaya ekonomi bertahan menuju lompatan jelas sebuah langkah berani. Terlampau beranikah? Ya, mungkin saja. Tapi yang semua kita tahu, sejarah keberhasian biasanya ditulis oleh mereka yang berani menantang logika zaman..

 

Kita beri ucapan selamat bagi pendekar baru ekonomi Indonesia, rakyat yang menggebu perubahan karena telah lama menunggu. Bukan pungguk merindu bulan, Pak Pur! Lanjutken!

 

DS 30 10 25 411 1

 

Baca Juga
Berbagi
Suka dengan artikel ini? Ajak temanmu membaca :D
Posting Komentar