AI: Minyak Baru, Ketimpangan Baru.

 


Ketika nilai pasar Nvidia menembus US$5 triliun, dunia terkejut. Menyaksikan bukan sekadar kebangkitan satu perusahaan, melainkan perubahan struktur kekuatan ekonomi global. Di balik gemuruh saham yang melonjak dan euforia para investor Silicon Valley, terselip paradoks besar. Kemakmuran digital yang tak merata. 

Kecerdasan buatan (AI) kini menjadi oksigen baru ekonomi global. Tapi hanya segelintir negara yang punya paru-paru untuk menghirupnya.

Nvidia, yang dulu dikenal sebagai pembuat chip grafis untuk game, kini menjadi jantung revolusi AI. Dari pusat data raksasa di Arizona hingga laboratorium riset di Shenzhen, chip buatan perusahaan ini menjadi bahan bakar bagi hampir semua inovasi. 

Perangkat mikro buatannya menggerakkan mobil otonom, layanan keuangan, sampai perangkat militer. Setiap lonjakan permintaan chip berarti miliaran dolar mengalir ke Amerika Serikat dan ke beberapa mitra industrinya di Asia Timur. 

Namun ironinya, bagi negara-negara berkembang, ledakan ini lebih sering terasa sebagai gema jauh dari pusat inovasi. Bagai sebuah pesta besar namun mereka hanya ikut mendengar musiknya.

Senjang Teknologi

Ketimpangan digital kini melampaui sekadar soal akses internet. Yang sedang terbentuk adalah jurang kecerdasan buatan. Negara-negara kaya mempercepat investasi dalam superkomputer, riset algoritma, dan pelatihan tenaga ahli data. 

Sementara banyak negara di Afrika, Asia Selatan, dan Amerika Latin bahkan belum menyelesaikan fondasi data nasional mereka. Ironisnya, sebagian dari mereka justru menjadi ladang pengumpulan data mentah yang dijual murah untuk melatih model AI global.

AI adalah minyak baru,” ujar seorang ekonom di Nairobi, “dan kebanyakan negara Selatan tidak memiliki sumurnya.” Analogi itu tepat. 

Dalam ekonomi digital, yang menentukan kekuasaan bukan lagi tanah atau pabrik, melainkan akses terhadap data, tenaga komputasi, dan regulasi yang berpihak pada inovasi lokal. Tanpa itu, negara-negara berkembang hanya menjadi pasar konsumsi pengimpor, bukan produsen pengetahuan baru.

Janji dan Ancaman

Ledakan AI juga membawa janji bagi negara berkembang — setidaknya di atas kertas. Perusahaan multinasional mulai menengok ke pasar tenaga kerja muda di India, Indonesia, dan Nigeria untuk mengembangkan pusat data, cloud service, dan pelatihan machine learning

Namun jangan salah, janji ini mudah berubah menjadi jebakan ketergantungan. Infrastruktur digital yang dibangun dengan modal asing kerap datang bersama lock-in effect di mana seluruh sistem — dari perangkat keras hingga perangkat lunak, dikendalikan oleh perusahaan global yang sulit digantikan.

Sebagian ekonom menyebut ini sebagai bentuk baru kolonialisme teknologi. Penguasaan bukan melalui senjata, melainkan melalui kode dan paten. Dalam konteks ini, kemandirian digital menjadi isu kedaulatan yang tak kalah penting ketimbang pertahanan militer.

Mencari Jalan Tengah

Pertanyaannya kini bukan apakah negara berkembang bisa mengejar ketertinggalan, melainkan bagaimana mereka mendesain strategi agar tak tersisih dari ''ekonomi kecerdasan buatan''. Kemungkinan tiga langkah ini menjadi krusial, namun dapat dipertimbangkan.

Pertama, negara perlu melakukan investasi pendidikan digital daÅ„ mestinya harus menjadi prioritas nasional. Tanpa tenaga ahli data dan insinyur algoritma, dana besar pun tak akan cukup memandirikan mereka.
Kedua, negara perlu meregulasi data. Kebijakan dirancang untuk melindungi kedaulatan informasi nasional sekaligus mendorong kolaborasi inovatif.
Ketiga, negara perlu membangun kemitraan lintas Selatan (South–South cooperation) sebagai alat tawar kuat. Kolaborasi antara India, Brasil, Indonesia, dan Afrika Selatan misalnya, bisa memperkuat posisi mereka dalam rantai nilai AI global.

Simbol 

Pada akhirnya, lonjakan nilai Nvidia adalah simbol dari arah baru kapitalisme: semakin cerdas, tapi juga semakin terkonsentrasi. Dunia memasuki era di mana pertumbuhan ekonomi bergantung pada kemampuan memproses data. Bukan hanya mengekspor barang. Bagi negara berkembang, ini bisa menjadi titik balik — antara menjadi penonton di panggung AI atau penulis babak baru sejarah ekonomi digital. Ayo.. dengan sumber daya yang ada, Kamu Bisa

 

DS 

TL 30 10 25 411 1

Baca Juga
Berbagi
Suka dengan artikel ini? Ajak temanmu membaca :D
Posting Komentar